Behaviorisme
menjadi aliran dominan dari 1920-an hingga 1950-an, namun ia tidak sepenuhnya
bebas dari penantang. Pendapat yang menantangnya, yakni psikologi Gestalt,
menekankan pada pentingnya persepsi pemelajar dalam situasi pemecahan masalah
dan karenanya ia membahas persoalan kognisi.
PENGKONDISIAN KLASIK DAN
KONEKSIONISME
Dua pendekatan awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme. Keduanya memprioritaskan belajar dan berhasil mengolah berbagai perilaku dalam laboratorium.
Argumen
Dasar Behaviorisme
Perubahan
dalam masyarakat Amerika membuka jalan bagi studi perilaku (Lahey, 1992).
Selain itu, filsafat Amerika yang baru muncul, pragmatism, menyebut konsekuensi
(hasil) konkret sebagai batu uji untuk memvalidasi ide. Dengan kata lain,
kebenaran adalah “hal-hal yang bisa dilakukan”.
Dalam
konteks ini, John Watson mendukung studi perilaku. Dengan mempelajari perilaku,
psikolog akan mampu untuk memprediksi respons yang ditimbulkan lewat stimulus,
dan sebaliknya.Ketika tujuan ini tercapai, psikologi akan menjadi ilmu
eksperimental objektif (Watson, 1913).Selain
itu, disiplin ini akan memberikan pengetahuan yang berguna bagi pendidik, ahli
fisika, pemimpin bisnis, dan sebagainya.
Setelah
mendalami studi perilaku, Watson menemukan riset reflleks-motorik dari psikolog
Rusia V.M. Bekheterev. Karya Bekheterev adalah penting karena dia berhasil
memanipulasi reaksi behavioral didalam laboratorium. Setelah membaca riset dan
percaya bahwa control perilaku di dunia nyata akan segera dapat dilakukan,
prediksi Watson ternyata keliru, tetapi pendapatnya sangat memengaruhi
penggunaan metode riset dan pengukuran yang dilakukan para psikolog.
Asumsi
Dasar
Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar. Asumsi itu adalah :
Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar. Asumsi itu adalah :
- Yang menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati,bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
- Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respons spesifik).
- Proses belajar adalah perubahan behavioral.
Pavlov
dan Pengkondisian Klasik atau Refleks
Eksperimen
terkenal terhadap reflex dilakukan di laboratorium Ivan Pavlov. Kisah riset
Pavlov memperlihatkan seorang ilmuwan kesepian secara tidak sengaja menemukan cara
untuk mengontrol perilaku sederhana saat meneliti refleks keluarnya air liur
anjing.Tetapi, Pavlov sebenarnya bukan ilmuwan penyendiri. Dia memimpin
beberapa laboratorium, yang menghasilkan lebih dari 530 riset dari 1897 hingga
1936. Sebagai direktur laboratorium, Pavlov bertugas menentukan topik-topik riset
untuk rekan kerja dan mahasiswanya dan memantau kerja mereka, namun dia sendiri
jarang melakukan eksperimen (Todes,1997; Windholz,1997).
Pavlov dan Kaum Bolshevik
Masa-masa
revolusi Bolshevik (1917-1921) adalah masa-masa sulit bagi Pavlov, keluarganya,
dan laboratoriumnya. Pada Juni 1920, saat berusia 70 tahun, Pavlov menulis
surat kepada pemerintah untuk minta izin beremigrasi. Karena ada larangan
emigrasi ilmuwan yang dikenal di tingkat internasional, maka pemerintah member Pavlov
status khusus. Dia menerima tunjangan hidup, jatah makanan yang ditentukannya
sendiri, mendapat rekan kerja, dan dukungan laboratorium (Todes, 1995).
Riset di Laboratorium Pavlov
Fokus
dari riset yang diawasi oleh Pavlov adalah refleksi air liur anjing. Pavlov pada
mulanya menyebut reaksi air liur ini sebagai reflex yang dikondisikan. Riset
berikutnya oleh V.N. Boldyrev menemukan bahwa reflex air liur ini bisa dilatih
untuk merespons (dikondisikan) objek-objek atau kejadian dari modalitas indrawi
–suara, penglihatan, atau sentuhan.
Riset
di laboratorium Pavlov ini penting karena dua
sebab. Pertama, ia menunjukkan bahwa
reaksi keluarnya air liur adalah refleks reaksi spontan yang terjadi secara
otomatis ketika menerima stimulus tertentu. Kedua,
mengubah relasi alamiah antara stimulus dan reaksi itu dianggap sebagai
terobosan penting dalam studi perilaku.
Paradigma Pengkondisian Klasik
Proses dimana kejadian atau stimuli
mampu memicu respons dikenal sebagai refleks atau pengkondisian klasik.Terdiri
dari tiga tahap, yaitu tahap pertama
adalah pra-eksperimental atau relasi alami antara stimulus dan reaksi.Pada
tahap kedua, periset memasangkan stimulus asli dengan stimulus baru yang tidak
ada kaitannya dengan reaksi.Kemudian tahap ketiga, setelah beberapa kali
pengulangan, yang disebut “percobaan”, stimulus baru itu dapat menimbulkan
reaksi.Sebagai hasilnya, stimulus dikondisikan (CS) akan menimbulkan respons yang
dikondisikan (CR). Ini disebut pengkondisian klasik.
Behaviorisme
John Watson
Watson memberi kontribusi pada
perkembangan psikologi melalui tiga
cara. Pertama, dia mengorganisasikan
temuan riset pengkondisian kedalam perspektif baru, yakni behaviorisme, dan
membujuk psikolog lain untuk memahami arti penting dari pendapatnya. Kedua, kontribusi asli dari karyanya
adalah memperluas metode pengkondisian klasik
ke respons emosional manusia. Ketiga, karyanya
meningkatkan status belajar sebagai topik dalam psikologi.
Teori Emosi
Watson mengidentifikasi tiga reaksi
emosional bayi yang bersifat naluriah. Artinya reaksi itu terjadi secara alami.
Reaksi-reaksi tersebut adalah cinta, marah, dan takut. Watson tidak sepakat
dengan metode psikoanalisis Freud untuk menemukan akar dari kehidupan emosi
individu. Beliau berpendapat bahwa proses ini melibatkan pengkondisian atas
tiga reaksi dasar terhadap situasi yang berbeda-beda. Juga, informasi tentang
pengkondisian emosional harus didasarkan pada observasi behavioral yang
dilakukan dilaboratorium.
Reaksi Emosional yang Dikondisikan
Melalui asosiasi yang dipasangkan,
reaksi positif dan negatif mungkin dapat dikondisikan untuk berbagai macam
objek dan kejadian. Selain itu, riset terkini mengindikasikan bahwa reaksi
parental yang dipasangkan dengan stimulus yang baru akan memfasilitasi
pengkondisian dari reaksi pendekatan atau penghindaran anak terhadap stimulus.
Reaksi emosional dalam situasi tertentu mungkin dikondisikan dalam satu kali
pemasangan stimuli.
Pengkondisian Klasik di Ruang Kelas
Langkah
penting dalam pengembangan apresiasi literatur, seni, sains, dan mata pelajaran
lainnya adalah mengasosiasikan pengalaman masa lalu siswa dengan reaksi
positif. Akan tetapi, masalahnya adalah reaksi emosional negatif mungkin
melekat pada beberapa situasi yang sama dan menyebabkan perilaku penghindaran
seperti apati dan “tidak memerhatikan”.
Salah satu strategi adalah
menggunakan relasi yang sudah ada yang menimbulkan reaksi positif. Strategi
semacam itu terutama penting dalam situasi dimana latar atau aktivitas khusus
diperkirakan akan menimbulkan reaksi negatif.
Koneksionisme
Edward Thorndike
Meskipun koneksionisme Edward
Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori behavioris, ia berbeda dengan
pengkondisian klasik dalam dua hal. Pertama, Thorndike tertarik dengan
proses mental, dan ia pertama-tama mendesain eksperimennya untuk meneliti
proses pemikiran binatang. Kedua, alih-alih
meriset reaksi refleks atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri
atau sukarela. Pandangan Thorndike tidak segera diterima luas. Namun, saat
riset Thorndike semakin dikenal, ia menyebabkan munculnya banyak laboratorium untuk
melakukan penelitian perilaku hewan.
Prosedur Eksperimental
Thorndike bereksperimen dengan anak
ayam, anjing, ikan, kucing, dan monyet. Prosedur eksperimen yang khas adalah
membuat hewan harus keluar dari kurungan untuk mendapatkan makanan. Ketika
dikurung hewan sering melakukan berbagai perilaku, seperti mencakar, menggigit,
menggaruk, dan menggesek-gesekkan badan ke sisi sangkar.Tidak lama kemudian
hewan akan menekan tuas dan karenanya bisa keluar untuk mendapatkan makanan.
Berdasarkan data percobaan yang dicatat, dia menyimpulkan bahwa respons
melarikan diri pelan-pelan menjadi terasosiasikan dengan situasi stimulus dalam
belajar trial-end-error. Karena alasan
ini, teori Thorndike dideskripsikan sebagai teori asosiasi.
Hukum Belajar
Thorndike pada awalnya
mengidentifikasi tiga hukum belajar
untuk menjelaskan proses. Pertama, hokum
efek (law of effects) menyatakan
bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara
stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan
melemahkan koneksi tersebut. Kedua, hokum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari
pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Ketiga, hokum kesiapan (law
of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut
sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”.
Aplikasi ke Belajar di Sekolah
Thorndike
mendasarkan interpretasinya atas proses belajar pada studi perilaku. Namun,
karena teorinya juga mencakup referensi ke kejadian mental, teorinya berada di tengah-tengah
antara perspektif kognitif dan behaviorisme “murni” dari periset lain. Menurutnya,
koneksi antara ide-ide akan menghasilkan pengetahuan. Sistem koneksi ini
mencakup contoh spesifik. Aturan Thorndike untuk pengajaran mengandung
persyaratan untuk membangun koneksi antara stimuli dan respons. Secara spesifik
: a)jangan membentuk hubungan yang akan putus; dan b)bentuk ikatan sedemikian rupa sehingga kelak
perlu ditindaklanjuti. Thorndike juga mendeskripsikan lima hukum minor yang
merupakan upaya pertama untuk menjelaskan kompleksitas kemampuan belajar
manusia.
PSIKOLOGI GESTALT
Fokus awal riset Gestalt adalah
pengalaman persepsi. Menurut kisah, Max Wertheimer, pendiri psikologi Gestalt,
mendapat ide untuk riset ini saat bepergian dari Vienna ke Jerman. Bersama
dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, Wertheimer mengembangkan hukum persepsi
dan mengaplikasikan konsep ini ke belajar dan pemikiran.
Konsep Dasar
Psikologi Gestalt berfungsi sebagai
penentang behaviorisme di pertengahan abad ke-20. Psikolog Gestalt berpendapat
bahwa yang diteliti seharusnya perilaku molar, bukan molecular. Psikolog
Gestalt fokus pada persepsi dalam belajar.Organisme merespons keseluruhan
ketimbang stimuli spesifik, organisasi stimuli memengaruhi persepsi, dan
individu membangun persepsi ketimbang hanya menerima informasi secara pasif.
Karakteristik tampilan stimulus yang memengaruhi persepsi adalah
komprehensivitas dan stabilitas gambaran (hokum Pragnanz), dan karakteristik
lain yang member kontribusi pada kelengkapan struktur atau pola.
Riset tentang Belajar dan Pemecahan
Masalah
Psikologi
Gestalt member kontribusi beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah.
Mungkin yang paling terkenal adalah kosep pemahaman (wawasan), yang melibatkan
reorganisasi persepsi seseorang untuk “melihat” solusi. Analisis kontemporer
mengindikasikan bahwa pemahaman kreatif pada masalah baru memerlukan kerja
keras dan riset, periode inkubasi, momen wawasan, dan pengkajian lebih lanjut.
Dalam kehidupan sehari-hari, wawasan terhadap masalah mungkin diperoleh lewat pengaturan
kembali beberapa aspek dari persoalan, elaborasi, dan relaksasi pembatas.
Kontribusi lain dari psikologi gestalt
adalah pembedaan oleh Wertheimer atas belajar arbitrer (tanpa makna) dan
belajar bermakna, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi pemecahan masalah.
Didalamnya mencakup pengidentifikasian masalah untuk menyusun solusi yang
memiliki nilai fungsional, peran penemuan pemecahan masalah yang bermakna
dengan panduan, dan menghindari pembatasan pemecahan masalah. Hal-hal yang
membatasi itu antara lain adalah kekakuan fungsional, yakni ketidakmampuan
untuk melihat elemen-elemen dari masalah dengan cara baru, dan belenggu
masalah, yakni kekakuan dalam memecahkan masalah. Perkembangan lainnya adalah
aplikasi konsep Gestalt ke formasi kelompok sosial dan motivasi serta konsep
belajar laten.
PERBANDINGAN ANTARA BEHAVIORISME
DAN TEORI GESTALT
Behaviorisme awal dari teori Gestalt
berbeda pandangan filosofisnya tentang belajar dalam hal identifikasi prinsip
yang dapat diuji, pengandalan pada observasi untuk verifikasi, dan aplikasi
prinsip ke situasi nyata. Kedua teori ini mengilustrasikan perkembangan
pengetahuan melalui pengukuran yang akurat dan riset dalam kondisi yang
terkontrol.
Karakteristik
Utama
|
Behaviorisme
|
Teori
Gestalt
|
Asumsi
dasar
|
a.)Perilaku
yang dapat diamati, bukan even sadar atau mental, harus dipelajari.
b.)Belajar
adalah perubahan.
c.)Hubungan
antara stimuli dan respons harus dipelajari.
|
Individu
bereaksi kepada sebuah kesatuan; karena itu, pemelajaran adalah organisasi
dan reorganisasi bidang sendoris. Kesatuan tersebut memiliki property baru
yang berbeda dari yang ada pada elemen tersebut.
|
Eksperimen
umum
|
a.)Trial
and error : tikus menyusuri labirin; binatang keluar dari kandang.
b.)Respons
emosional atau refleks : pemasangan stimulus.
|
Mengorganisasikan
kembali : subjek ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi
bagi solusi.
|
Formula
belajar
|
a.)Stimulus
– respons – imbalan.
b.)Respons
emosional.
|
Konstelasi
stimuli – organisasi – reaksi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar